ANALISIS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“ HAK ASASI
MANUSIA “
Nama :
Jelita Febrianti F.
Kelas :
XI MIA 3
No. Absen : 15
SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI 10 MALANG
Kampus
I : Jl. Danau Garti No. 1 Telp. (0341) 719300 Fax. (0341) 717300 Malang 65139
E-mail
: sman10malang@yahoo.co.id
Tahun
Pelajaran 2013 / 2014
Di
lihat pada akhir tahun 2010 :
Catatan akhir tahun ini dibuat untuk menilai situasi penegakan Hak asasi
Manusia (HAM) di Indonesia sepanjang tahun 2010. Penilaian tersebut dilakukan
dengan melihat sejauh mana Negara melakukan penghormatan (to respect),
perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfil) terhadap hak
asasi manusia di yurisdiksinya. Penghormatan mengandaikan adanya pengakuan
aturan-aturan hukum atas hak asasi manusia. Sementara perlindungan mengandaikan
adanya peran Negara secara aktif dalam melindungi setiap individu warganya dari
ancaman kekerasan atau pelanggaran HAM. Sedangkan pemenuhan diartikan sebagai
upaya Negara untuk menyediakan fasilitas dan akses bagi warganya untuk
mendapatkan hak-haknya. Ukuran dari trias obligasi ini tidak semata-mata
menghasilkan gambaran kuantitatif, namun juga kualitatif. Dari ketiga ukuran
kewajiban ini kontras menemukan bahwa pada tahun 2010 Negara gagal memberikan
perlindungan HAM terhadap warganya.
Hal ini bisa dilihat dari
sejumlah situasi HAM yang khas yaitu :
1. Serangan
Terhadap Pekerja HAM Dan Demokrasi
2. Akuntabilitas
Polisi Lemah
3. Perlakuan
Buruk Terhadap Tahanan Politik
4. Kebebasan
Beragama, Berkeyakinan Dan Berekspresi Masih Terancam
5. Kekerasan
Di Papua
6. Memperpanjang
Impunitas atas Pelanggaran Berat HAM
7. Kebijakan
‘HAM Luar Negeri’ Indonesia Masih Baik
8. Reformasi
Institusi Keamanan Tidak Komprehensif
Kesimpulan
Hingga
saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM
intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan,
Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol
Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan
Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses
meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan
Intemasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pemerintah
Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana
Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 - 2009 yang merupakan
kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 - 2003.
6 program utama RANHAM Kedua tahun
2004 - 2009, yaitu:
1. Pembentukan
dan penguatan institusi pelaksana RANHAM
2. Persiapan
ratifikasi instrument HAM internasional
3. Persiapan
harmonisasi peraturan perundang-undangan
4. Diseminasi
dan pendidikan HAM
5. Penerapan
norma dan standar HAM
6. Pemantauan,
evaluasi clan pelaporan
Berbagai
kerjasama Internasional dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM telah
dilakukan oleh Pemrintah. Beberapa diantaranya adalah Penyelenggaraan Loka
Karya HAM Regional Kedua untuk kawasan Asia Pasifik tahun 1993 dan MOU Pemri -
KTHAM di bidang kerjasama teknik di bidang HAM tahun 1998. Di tingkat ASEAN,
sejak tahun 1993 Indonesia menjadi salah satu pelopor bagi upaya pembentukan
mekanisme HAM ASEAN dan telah dua kali menjadi tuan rumah Lokakarya Kelompok
Kerja Pembentukan Mekanisme HAM ASEAN. Indonesia juga mendorong kerjasama
bilateral dalam upaya pemajuan HAM dengan Kanada, Norwegia dan Perancis, dalam
rangka ASEM bersama Swedia, Perancis dan China serta kerjasama Plurilateral
bersama China, Kanada dan Norwegia
Analisis :
Jadi pada tahun
2010, Indonesia masih diselimuti masalah kekerasan dan kegagalan dalam menghukum
para pelaku kejahatan yang telah terjadi, maka dari pihak masyarakat muncul adanya
rasa ketidak nyamanan dan tidak ada jaminan perlindungan yang disebabkan oleh
institusi dan aparat Negara. Lembaga kepolisianpun seharusnya bersifat keras
dan tegas dalam menghadapi situasi tersebut namun pada saat itu juga kepolisian
belum maksimal dalam menjalankan tugas ataupun melindungi warga masyarakat.
Argumen masyarakat akan berbeda jika dilihat dari sektor keyakinan agama, adat
istiadat, dan budaya sesuai yang dikehendaki dari setiap individu. Perbedaan
itulah yang menyebabkan kesalahpahaman yang menimbulkan perang / bentrokan.
Maka
RANHAM Indonesia disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, dan
perlindungan HAM di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama,
adat-istiadat, dan budaya bangsa Indonesia. Masyarakatpun juga berhak dalam
memperoleh perlindungan dan kehidupannya dari Negara tanpa di ambil alih oleh
orang lain , berdasarkan Pancasila (
setiap butir-butir mengandung makna yang penting dalam menjalankan Negara ) dan
UUD 1945 ( tercantum pada pasal 28
mengenai Hak Asasi Manusia) .
RANHAM
Indonesia mungkin dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum dengan kerangka
waktu yang jelas untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, dan perlindungan
HAM, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran HAM.
INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA
1. UUD
1945 beserta amandemen BAB XA Pasal 28A
– 28J mengenai Hak Asasi Manusia :
Analisis :
Menurut pendapat
saya, bahwa hak-hak yang diperoleh setiap warga Negara sangat penting dalam
mempertahankan kehidupannya dan perlindungan oleh Negara. Karena jika ada yang melakukan
tindakan semena-mena atau melakukan pelanggaran HAM akan terlindungi dari peraturan yang telah dibuat. Seharusnya
sesama manusia harus didasari pemahaman bahwa setiap manusia pasti membutuhkan
bantuan orang lain serta setiap orang pasti memiliki kelebihan dibandingkan
dengan orang lain sehingga tidak ada perasaan untuk merendahkan martabat orang
lain.
2. Tap
MPR No. XVII/MPR/1998 mengenai Piagam Hak Asasi Manusia serta pandangan dan
sikap Bangsa Indonesia terhadap HAM :
Analisis :
Melalui ketetapan
MPR ini, MPR menugaskan lembaga-lembaga tinggi Negara serta seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan permasalahan
mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Untuk melakukan hal itu,
dilaksanakan melalui serakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan
tanggungjawab sebagai warga Negara. Contohnya : Hak dalam Mengembangkan Diri,
jadi setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan
berkembang secara layak, dan berhak mendapatkan perlindungan dan kasih saying
serta pendidikan dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat
ini.
Untuk
menciptakan suasana hidup yang berkeadilan sosial, maka hal yang perlu
diusahakan yaitu meningkatkan taraf hidup diri ataupun keluarga, memanfaatkan
potensi diri untuk masyarakat sekitar, dan ikut serta dalam pembangunan
nasional.
3. UU
No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Analisis :
Bahwa hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapapun dari mana dan
kapanpun manusia itu berada, kecuali pada saat manusia itu meninggal maka hak
dasar tersebut akan hilang. Jabatan merupakan kewajiban yang diberikan oleh
negara untuk menjalankan tugas-tugas yang berkaitan dengan masyarakat. Seperti
pada lembaga DPRD Kota yang bertugas sebagai tempat penampungan aspirasi rakyat
yang akan diwujudkan dalam bentuk pengajukan kepada Walikota daerah tersebut. Berbagai
pelanggaran HAM telah membuat kalangan terpelajar dan berpengaruh sadar akan
pentingnya penghargaan dan penegakan HAM, delanjutnya tindakan sewenang-wenang
yang biasa dilakukan kaum penguasa dilarang. HAM harus dilindungi, terutama
oleh para penguasa.
4.
UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan
HAM :
Analisis :
Jika
seseorang melakukan pelanggaran HAM ringan maupun berat, maka pelanggar
tersebut akan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan.
5.
UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis
Analisis :
Tindakan Diskriminasi
Ras Dan Etnis ialah perbuatan yang berkenaan dengan
segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan
pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan,
perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu
kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Orang yang
melakukan deskriminasi pada suatu kelompok merupakan orang yang berpendapat
berbeda, misalnya dalam menganut agama. Keyakinan yang muncul dari setiap
individu akan berbeda-beda, kemungkinan hal perbedaan pendapat atas agama
maupun ras dapat memicu adanya pembinasaan kelompok tersebut. Jika sesame
kelompok ataupun manusia tiada perbedaan dari sisi pandang maka akn
terbentuknya Negara yang aman, damai, dan tenteram serta mewujudkan
kekeluargaan yang demokratis.
INSTRUMEN INTERNASIONAL:
Deklarasi Universal HAM 1948 ( The Universal Declaration of Human right, 10 Desember 1948 ) :
Pada
tahun 1946, PBB membentuk komisi hak-hak manusia yang merumuskan langkah /
piagam hak-hak asasi manusia. Piagam ini memuat 30 pasal pernyataan umum
tentang HAM yang diterima dan diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB. Oleh
karena itu setiap tanggal 10 Desember oleh Negara-negara anggota PBB
diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia sedunia. Deklarasi yang memiliki 30
pasal ini, secara garis besar berbicara mengenai hak-hak dan jaminan agar :
1. Tiap
individu bias hidup dan tidak boleh ada satu orangpun yang leluasa membunuhnya
2. Tiap
individu dijamin tidak ada individu lain yang menyiksanya
3. Tiap
individu dijamin kebebasannya
Analisis :
Deklarasi
tersebut berisi tentang penegasan sikap dan pengakuan martabat manusia adalah
suatu yang melekat. Kesamaan derajat dan hak-hak yang melekat adalah pilar
utama kebebasan, keadilan, dan perdamaian. Jadi masyarakat Indonesia seharusnya
sangat menjunjung tinggi, menghargai, dan memperhatikan hak asasi manusia.
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Penegakkan HAM adalah berbagai tindakan yang dilakukan untuk
membuat HAM semakin diakui dan dihormati oleh pemerintah dan masyarakat.
Pertimbangan HAM dalam Kenyataan sejarah :
1. HAM merupakan ukuran tertinggi bagi
keberhasilan pembangunan suatu bangsa
2. Kondisi HAM suatu negara merupakan salah satu
ukuran penting yang menentukan kehormatan Negara
Lembaga Penegak HAM :
- LSM HAM
- Komnas HAM
Dengan tujuan melaksanakan pengkajian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi HAM.
Upaya HAM Dilakukan dengan 2
Pendekatan :
1. PENCEGAHAN
Pencegahan adalah upaya untuk menciptakan kondisi yang semakin
kondusif bagi penghormatan HAM dengan cara persuasif.
Upaya pencegahan :
- Penciptaan perundang-undangan HAM yang lengkap
- Penciptaan lembaga-lembaga pemantau dan pengawas pelaksanaan HAM
- Penciptaan perundang-undangan dengan pembentukan lembaga peradilan HAM
- Pelaksanaan pendidikan HAM kepada masyarakat melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Analisis :
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain.
Jika dalam melaksanakan hak tidak memperhatikan hak orang lain, maka akan
terjadi benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. PENINDAKAN
Penindakan adalah upaya untuk menangani kasus pelanggaran HAM
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Upaya penindakan :
- Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM
- Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM
- Investigasi dengan pencarian data, informasi, dan fakta yang terkait dengan peristiwa di dalam masyarakat
- Penyelesaian perkara melalui perdamaian, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli
- Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui peradilan HAM
Analisis :
Dalam penegakan HAM baik pencegahan dan penindakannya, harus
bersikap kasih sayang berarti selalu bersikap dan berperilaku peduli / belas
kasih, dan peka terhadap perasaan orang lain. Ataupun makhluk yang tidak
berdaya dan menghindari rasa benci. Orang telah melanggar hukum yang berkaitan
dengan HAM maka kasus tersebut akan dibawa pada Pengadilan agar pihak yang
lainnya tiada permusuhan dan menimbulkan perdamaian dari berbagai pihak.
Sebaiknya peran masyarakat dalam menegakkan HAM yaitu perlu
ditegakkan norma yang mencerminkan keadilan dan perlindungan hak warga negara
masyarakat. Bila terdapat permasalahan dalam masyarakat hendaknya cara yang
diterapkan untuk mengatasinya dengan mengutamakan musyawarah mufakat agar dapat
terselesaikan secara kekeluargaan, dan menghindari tindakan main hakim sendiri
dalam masyarakat sehingga tercipta kepastian hukum. Upaya tersebut dapat
dilakukan oleh segenap pihak melalui pengetahuan ataupun kesadaran dalam diri.
Beberapa Kasus Pelanggaran HAM Di
Indonesia :
- Kasus Marsinah
- Kasus Timor Timur
- Kasus Tanjung Priok
- Kasus Trisakti
- Semanggi I dan Semanggi II
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
Menurut Pasal 1
Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok. Orang yang dijamin oleh
undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran
itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan
ataupun kelompok.
KASUS PELANGGARAN HAM INI DAPAT DIKATEGORIKAN DALAM DUA JENIS, YAITU :
A. Kasus Pelanggaran HAM Yang Bersifat Berat, Meliputi :
- Pembunuhan masal ( genosida )
- Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
- Penyiksaan
- Penghilangan orang secara paksa
- Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
B. Kasus Pelanggaran HAM Yang
Biasa, Meliputi :
- Pemukulan
- Penganiayaan
- Pencemaran nama baik
- Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
- Menghilangkan nyawa orang lain
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi
dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga
masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan
masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada
beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan
mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia,
seperti :
a) Kasus Tanjung Priok
Kasus
tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang
berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi
pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan
dan penembakan.
b) Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja
wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994).
Marsinah
adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur
Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga
menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c) Kasus
terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan
Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang
diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah
tewas.
d) Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi
Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya
luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga
sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang
mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).
e) Kasus Ambon (1999)
Peristiwa
yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala
SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan
pembunuhan yang memakan banyak korban.
f) Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah
terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan
bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
g) Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi
bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan
banyak korban dari kedua belah pihak.
h) Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi
peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan
penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
Contoh kasus
pelanggaran HAM dilingkungan keluarga :
1) Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada
anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja,
memilih jodoh).
2) Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya
sendiri.
3) Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya
atau orang tuanya sendiri.
4) Majikan dan atau anggota keluarga
memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah :
- Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
- Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
- Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
- Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
- Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat :
- Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
- Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
Analisis :
Setiap manusia selalu memiliki dua
keinginan, yaitu keinginan berbuat baik dan keinginan berbuat jahat. Keinginan
berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi
manusia, seperti : membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan
lain-lain. Merusak sarana / fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan
kebijakan yang ada.
JENIS DAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI
FORUM INTERNASIONAL
Penyelesaian sengketa internasional
terdapat dalam pasal 33 piagam PBB yang merupakan sumber semua sengketa HAM.
Beberapa cara penyelesaian sengketa intenasional, yaitu :
1)
Negosiasi (dalam UU no. 39 tahun1999 disebut
dengan konsultasi)
2)
Penyelidikan (enquiry) untuk
menyeldiki latar belakang timbulnya sengketa, serta fakta-fakta)
3)
Mediasi
4)
Konsiliasi
5)
Arbitrasi
6)
Penyelesaian melalui pengadilan.
PROSES
PENYELESAIAN DALAM KASUS PELANGGARAN HAM
Tahapan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM :
Tahapan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM :
Tahap Penerimaan Berkas Perkara
Hal-hal yang dilayani pada tahap pemeriksaan perkara, yaitu :
Hal-hal yang dilayani pada tahap pemeriksaan perkara, yaitu :
1)
Menerima berkas perkara dari petugas
yang berwenang dan lengkap dengan surat tuduhan dari jaksa.
2)
Mendaftarkan perkara dalam buku
register perkara
3)
Member nomor register dan mengirimkan
kepada panitera perkara
4)
Menerima barang-barang bukti dan
dicatat seteliti mungkin dalam buku register barang bukti
Tahap Persiapan
1)
Panitera perkara sebelum meneruskan
berkas perkara yang baru diterimanya itu kepada ketua pengadilan negeri,
terlebih dahulu mencatatnya dalam buku register untuk perkara pidana
2)
Selambat-lambatnya pada hari kedua
setelah berkas perkara pidana diterima panitera, berkas-berkas perkara pidana
itu sudah diterima oleh ketua pengadilan
3)
Sesudah itu ketua pengadilan negeri
mencatat dalam buku register yang ada padanya dan dipelajari agar mendapat
gambaran secara garis besar duduk perkaranya kasus
4)
Selambat-lambatnya 7 hari setelah diterimanya
perkara tersebut, ketua/wakil ketua pengadilan negeri harus sudah menunjuk
mejelis hakim untuk mengadili perkara tersebut
5)
Bersamaan penunjukan majelis hakim
berkas perkara diberikan kepada majelis hakim yang bersangkitan
6)
Sebelum menyidangkan, ketua mejelis
harus menentukan arah serta rencana pemeriksaannya setelah para hakim
mempelajari berkas perkara yang bersangkutan
7)
Sebelum persidangan dimulai juru sita
pengganti harus mengecek dahulu apakah terdakwa, saksi, dan jaksa penuntut
umum, sudah datang dan lengkap berada disidang pengadilan
8)
Apabila sudah lengkap, hal ini
dilaporkan kepada panitera pengganti yang bersangkutan, kemudian melaporkannya
pada ketua majelis yang akan memeriksa perkara
9)
Setelah itu ketua majlis memerintahkan
agar persidangan dimulai.
Tahap Penyelesaian Perkara / Tahap Persidangan :
Tahap penyelesaian perkara disidang pengadilan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu acara pemeriksaan biasa, singkat dan cepat.
Tahap penyelesaian perkara disidang pengadilan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu acara pemeriksaan biasa, singkat dan cepat.
Pemerikaan dengan acara biasa dilakukan dengan :
a)
Tahap pemanggilan
b)
Tahap pembukuan dan pemeriksaan
identitas terdakwa
c)
Tahap pembacaan surat dakwaan
d)
Tahap eksepsi
e)
Tahap pembuktian
f)
Tahap requisitoir (tuntutan dari jaksa
penuntut)
g)
Tahap pledoi
h)
Tahap replik dan duplik
i)
Tahap putusan
Analisis :
Pelanggaran HAM merupakan tindakan yang setiap hari dilakukan oleh orang-orang yang melanggar dan tidak berperikemanusiaan. Perbuatan tersebut dilakukan berdasarkan kepentingan dan kemauan akan sesuatu yang ingin didapatkan sehingga mengorbankan hak-hak orang lain. Oleh karena tindakan pelanggaran HAM setiap hari terjadi diberbagai tempat dan waktu menuntut kita atau para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan pengadilan untuk mengembalikan hak-hak mereka yang telah dilakukan oleh orang-orang yang melanggar. Dewasa ini berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi di Indonesia, namun sampai sekarang tidak ada peradilan khusus yang mengadili tentang perkara HAM. Sampai sekarang pelanggaran tersebut masih diserahkan kepada pengadilan negeri, padahal pengadilan negeri penuh dengan kesibukan dalam mengadili perkara jual beli, utang piutang, persoalan perkawinan bagi orang non muslim dan perkara-perkara perdata lainnya.
Oleh sebab kesibukan-kesibukan tersebut sehingga perkara pelanggaran HAM diperiksa secara tidak menjamin keadilan bagi masyarakat. Maka pemerintah harus berpartisipasi dalam memberantaskan pelanggaran HAM dengan membentuk pengadilan khusus HAM. Dengan demikian keadilan akan menjamin bagi pencari keadilan.
Pelanggaran HAM merupakan tindakan yang setiap hari dilakukan oleh orang-orang yang melanggar dan tidak berperikemanusiaan. Perbuatan tersebut dilakukan berdasarkan kepentingan dan kemauan akan sesuatu yang ingin didapatkan sehingga mengorbankan hak-hak orang lain. Oleh karena tindakan pelanggaran HAM setiap hari terjadi diberbagai tempat dan waktu menuntut kita atau para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan pengadilan untuk mengembalikan hak-hak mereka yang telah dilakukan oleh orang-orang yang melanggar. Dewasa ini berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi di Indonesia, namun sampai sekarang tidak ada peradilan khusus yang mengadili tentang perkara HAM. Sampai sekarang pelanggaran tersebut masih diserahkan kepada pengadilan negeri, padahal pengadilan negeri penuh dengan kesibukan dalam mengadili perkara jual beli, utang piutang, persoalan perkawinan bagi orang non muslim dan perkara-perkara perdata lainnya.
Oleh sebab kesibukan-kesibukan tersebut sehingga perkara pelanggaran HAM diperiksa secara tidak menjamin keadilan bagi masyarakat. Maka pemerintah harus berpartisipasi dalam memberantaskan pelanggaran HAM dengan membentuk pengadilan khusus HAM. Dengan demikian keadilan akan menjamin bagi pencari keadilan.
PROSES DAN SANKSI PELANGGARAN HAM PADA PERADILAN INTERNASIONAL
Proses peradilan Internasional pada peraturan yang digariskan dalam
Internasional Criminal Court (ICC) atau mengacu kepada yuridiksi Mahkamah
Pidana Internasional (MPI). Peradilan HAM Internasional pada dasarnya
bertitik tolak dari dua persoalan utama yaitu:
a. Pengakuan
(Acknowledgement)
Pengakuan tentang adanya
pelanggaran HAM di masa lampau
b. Akuntabilitas
(Accountability)
Menghukum pelaku pelanggar HAM yang berat dan sekaligus mengembalikan
harkat dan martabat korban pelanggaran HAM tersebut. Dalam pelaksanaannya ada
pendapat yang pro dan kontra terhadap konsep pengakuan sebagai salah satu
bentuk akuntabilitas dalam kasus pelanggaran HAM yang berat. Pendapat yang pro
dan kontra berpusat pada masalah penghukuman (stencing) sebagai salah satu
konsekuensi hukum dan peradilan HAM Internasional.
Pada dasarnya kekuatan penunjang utama HAM adalah kekuatan moral dan
hati nurani kemanusiaan yang didukung leh kekuatan pendapat umum dunia. Oleh
karena itu, perlindungan dan penegakkan HAM di suatu negara merupakan tanggung
jawab negara yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar negara eksistensi
keutuhan wilayah serta kesatuan politik negara tersebut tidak diancam dan
dibahayakan oleh penegak HAM.
TAHAPAN PROSES PERADILAN HAM
INTERNASIONAI MELIPUTI :
A. Pemeriksaan Pendahuluan
Penuntut umum,
setelah adanya laporan atau pengaduan dari salah satu Negara peserta mengenai
suatu kejahatan, kemudian melakukan evaluasi atas laporan tersebut. Apalagi
penuntut umum menyimpulkanbahwa ada dasar yang beralasan untuk menindak lanjuti
dengan penyidikan kepada majelis pra-peradilandengan dilengkapi bahan-bahan
yang telah dikumpulkan. Dalam melakukan
penyelidikan, tugas dan wewenang penuntut umum :
a) Mengumpulkan dan memeriksa bukti-bukti
b) Meminta kehadiran dan bertanya kepada orang
yang sedang diselidiki, korban, dan saksi
c) Mengadakan kerjasama dengan setiap Negara atau
organisasi antar pemerintah yang sesuai kewenangan
d) Membuat persiapan atau kesepakatan yang tidak
bertentangan dengan undang-undang untukmempermudah kerjasama dengan Negara,
organisasi antar pemerintah atau orang
e) Menjaga kerahasiaan dokumen dan informasi yang
diperoleh
f) Sebelum pemeriksa, penuntut umum boleh
melanjutkan penyidikan dan dapat mengubah atau mencabutsetiap dakwaan.
B. Pemeriksaan Pengadilan Dalam Pasal 61 International Criminal Court
(ICC) :
1) Pada waktu pemeriksaan, penuntut umum harus
mendukung setiap dakwaan dengan bukti yang cukup
2) Dalam proses pemeriksaan tersangka
diperbolehkan :
-Menolak
dakwaan
-Membantah
bukti yang di ajukan oleh penuntut umum
-Mengajukan bukti
3) Dalam pimpinan mengangkat majelis
pemeriksayang bertanggung jawab terhadap pelaksana setiappersidangan berikutnya
4) Terdakwa harus hadir selama pemeriksaan.bila
terdakwa hadir dipengadilan terus-menerus menunggupersidangan, Majelis
pemeriksa dapat mengeluarkan terdakwa dan membuat penetapan baginya
untukmematuhi persidangan dan memberikan intruksi kepada pengacaranya dari luar
sidang dengan teknologikomunikasi
5) Dalam mulai persidangan, majelis pemeriksa
membacakan kepada terdakwa dakwaan yang sebelumnyatelah dikonfirmasikan oleh
majelis pra-peradilan. Majelis pemeriksa memberi kesempatan kepadaterdakwa
untuk menyatakan pernyataan bersalah atau tidak bersalah.
6) Hakim ketua memberi petunjuk pelaksanaan
persidangan termasuk menjamin bahwa persidangandilaksanakan secara adil dan
tidak memihak
7) Majelis pemeriksa memiliki wewenang untuk:
-Mengatur
mengenai diterimanya suatu bukti
-Mengambil suatu tindakan yang perlu untuk
menjaga ketertiban selama berlangsungnya pemeriksaan
8) Bila majelis pemeriksa berpendapat bahwa
diperlukan adanya fakta-fakta yang lebih lengkap untukkepentingan keadilan,
terutama korban, maka dapat:
-Menuntut
penuntut umum mengajukan bukti tambahan termasuk keterangan saksi-saksi
-Memerintahkan
agar pemeriksaan dilanjutkan
9)
Putusan majelis
pemeriksa harus berdasarkan evaluasi bukti dari seluruh persidangan
C. Upaya
Banding
Berdasarkan pasal 74 International Criminal
Court (ICC), putusan pengadilan dapat diajukan banding olehpenuntut umum atau
orang yang dihukum dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Kesalahan prosedur
b. Kesalahan fakta
c. Kesalahan hokum
d.
Alasan
lain yang mempengaruhi keadilan
2. Sanksi Pelanggaran HAM pada Peradilan Internasional
Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap
undang-undang yang berlaku melainkan pelanggaran HAM tidak degradasi terhadap
kemanusiaan dengan cara merendahkan martabat dan derajat manusia. Oleh karena
itu, selalu identik dengan pelanggaran hukum walaupun terdapat unsur
perencanaan, dilakukan secara sistematik dan tujuan tertentu dan bersifat
kolektif baik berdasarkan agama, etnik, atau ras tertentu.
Dewasa ini pelanggaran HAM tidak sebatas yuridiks nasional melainkan
sudah menjadi yuridiksi internasional. Menghadapi pelanggaran HAM yang terjadi
di setiap negara di dunia diperlukan sanksi internasional yang mengacu kepada
ketentuan dalam Statu Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal
Court) atau SMPI atau Statua Rokma (SR, 1998) atau dapat juga mengacu kepada
praktek-praktek penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat seperti di Ruwanda
(1994)
Jika dianalisis secara seksama jiwa SMPI/SR terletak pada mukadimahnya
yang antara lain berbunyi bahwa “ Yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI)
bersifat komplementer terhadap yuridiksi pengadilan nasional”. Hal ini berarti
jika suatu negara terjadi kasus pelanggaran HAM berat (kejahatan genosia,
kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi) yuridiksi MPI tidak
otomatis berlaku di negara tersebut.
Namun ada
ketentuan lain dalam SMPI/SR yang menyatakan bahwa yuridiksi MPI dapat memasuki
wilayah suatu negara jika negara tersebut tidak berkeinginan atau tidak mampu
melaksanakan tugas penyelidikan atau penuntutan dalam tiga hal sebagai berikut :
a. Proses peradilan atau
putusan pengadilan yang dijatuhkan ditunjukan untuk melindungi seseorang dari
pertanggung jawaban pidana sebagaimana ditentukan dalam SMPI/SR
b. Proses persidangan
ditunga-tunda tanpa alasan yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan
sehingga tidak konsisten untuk mengadili seseorang kehadapan sidang pengadilan
c. Persidangan
dilaksanakan tidak secara independen atau bersifat memihak sehingga tidak
konsisten dengan tujuan pemberian sanksi melalui sidang pengadilan.
Analisis :
Pengadilan HAM merupakan tempat untuk membuktikan apakah mereka yang diduga
paling bertanggung jawab terhadap sebuah kejahatan kemanusiaan atau tidak.
Kebenaran yang ingin dibuktikan oleh sebuah pengadilan adalah kebenaran
material yang sudah diatur. Belajar dari proses pengadilan Ad Hoc, maka bangsa
Indonesia membutuhkan mekanisme selain pengadilan HAM untuk mengungkapkan dan
menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu dan yang akan datang. Dan belajar
dari pengalaman bernegara selama ini, penyelesaian masalah bangsa tidak dapat
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, karena seringkali hasilnya di luar
harapan masyarakat banyak. Artinya, masyarakat harus bisa menawarkan sebuah
bentuk penyelesaian masalah tersebut.
HAMBATAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Hambatan dan Tantangan dalam
Penegakkan HAM di Indonesia :
1.
Dari dalam negeri
a) Adanya hukum sebagai peninggalan atau warisan
hukum kolonial.
b)
Adanya peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh pemerintah orde lama yang bersifat otoriter.
c)
Penegakkan hukum yang kurang atau
tidak bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi masyarakat.
d)
Kesadaran hukum yang rendah sebagai
akibat rendahnya SDM.
e)
Rendahnya penguasaan hukum dari
sebagian aparat penegak hukum.
f)
Mekanisme lembaga penegak hukum dan
HAM yang belum terpadu.
g)
Keadaan geografis Indonesia yang luas.
2. Dari luar
negeri
a)
Penetrasi idiologi dan kekuatan
komunisme.
b)
Penetrasi idiologi dan kekuatan
liberalisme.
Dari faktor-faktor yang meliputi :
a)
Faktor Kondisi
Sosial-Budaya
1. Stratifikasi
dan status sosial yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan, dan
ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks (heterogen).
2. Norma
adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM,terutama jika sudah
bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan dan
sebagainya.
3. Masih
adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh
hal-hal sepele.
b)
Faktor Komunikasi dan Informasi
1. Letak
geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan,dan gunung yang
membatasi komunikasi antardaerah.
2. Sarana
dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup
seluruh wilayah Indonesia.
3. Sistem
informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber
daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
c)
Faktor Kebijakan
Pemerintah
1. Tidak
semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak
asasi manusia.
2. Ada
kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering
diabaikan.
3. Peran
pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering
diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
d)
Faktor Perangkat
Perundangan
1. Pemerintah
tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional tentang hak asasi
manusia.
2. Kalaupun
ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk diimplementasikan.
e)
Faktor Aparat dan Penindakannya
(Law Enforcement)
1. Masih
adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur
kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2. Tingkat
pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum
layaksering membuka peluang ‘jalan pintas’untuk memperkaya diri.
3. Pelaksanaan
tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masihdiskriminatif, tidak konsekuen,dan
tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).Dari
faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan hakasasi manusia
tersebutdiatas, mari kita upayakan untuk sedikit demisedikit dikurangi
(Eliminasi.)
Analisis :
Demi terwujudnya perlindungan hak
asasi manusia yang baik, mulailah dari diri kita sendiri untuk belajar
menghormati hak-hak orang lain. Kita harus terus berupaya untuk menyuarakan
tetap tegaknya hak asasi manusia, agar harkat dan martabat yang ada pada setiap
manusia sebagai anugerah Tuhan YangMaha Esa tetap terpelihara dengan
sebaik-baiknya. Semua manusia memang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat
dan hak-hak yang sama. Artinya, tidak boleh ada seorangpun di muka bumi yang
mengklaim kebenaran untuk memfitnah orang lain dan tidak ada seorangpun dengan
tujuan serta motif apapun.