Jumat, 05 Desember 2014

Analisis Mengenai HAM di Indonesia

ANALISIS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“ HAK ASASI MANUSIA “










Nama             : Jelita Febrianti F.
Kelas              : XI MIA 3
No. Absen     : 15



SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 10 MALANG
Kampus I : Jl. Danau Garti No. 1 Telp. (0341) 719300 Fax. (0341) 717300 Malang 65139

Tahun Pelajaran 2013 / 2014


Di lihat pada akhir tahun 2010 :
            Catatan akhir tahun ini dibuat untuk menilai situasi penegakan Hak asasi Manusia (HAM) di Indonesia sepanjang tahun 2010. Penilaian tersebut dilakukan dengan melihat sejauh mana Negara melakukan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfil) terhadap hak asasi manusia di yurisdiksinya. Penghormatan mengandaikan adanya pengakuan aturan-aturan hukum atas hak asasi manusia. Sementara perlindungan mengandaikan adanya peran Negara secara aktif dalam melindungi setiap individu warganya dari ancaman kekerasan atau pelanggaran HAM. Sedangkan pemenuhan diartikan sebagai upaya Negara untuk menyediakan fasilitas dan akses bagi warganya untuk mendapatkan hak-haknya. Ukuran dari trias obligasi ini tidak semata-mata menghasilkan gambaran kuantitatif, namun juga kualitatif. Dari ketiga ukuran kewajiban ini kontras menemukan bahwa pada tahun 2010 Negara gagal memberikan perlindungan HAM terhadap warganya.

Hal ini bisa dilihat dari sejumlah  situasi HAM yang khas yaitu :
1.      Serangan Terhadap Pekerja HAM Dan Demokrasi 
2.      Akuntabilitas Polisi Lemah 
3.      Perlakuan Buruk Terhadap Tahanan Politik
4.      Kebebasan Beragama, Berkeyakinan Dan Berekspresi Masih Terancam
5.      Kekerasan Di Papua 
6.      Memperpanjang Impunitas atas Pelanggaran Berat HAM
7.      Kebijakan ‘HAM Luar Negeri’ Indonesia Masih Baik
8.      Reformasi Institusi Keamanan Tidak Komprehensif

Kesimpulan
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan Intemasional Hak-­Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 - 2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 - 2003.

6 program utama RANHAM Kedua tahun 2004 - 2009, yaitu:
1.      Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM
2.      Persiapan ratifikasi instrument HAM internasional 
3.      Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan
4.      Diseminasi dan pendidikan HAM
5.      Penerapan norma dan standar HAM 
6.      Pemantauan, evaluasi clan pelaporan

Berbagai kerjasama Internasional dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM telah dilakukan oleh Pemrintah. Beberapa diantaranya adalah Penyelenggaraan Loka Karya HAM Regional Kedua untuk kawasan Asia Pasifik tahun 1993 dan MOU Pemri - KTHAM di bidang kerjasama teknik di bidang HAM tahun 1998. Di tingkat ASEAN, sejak tahun 1993 Indonesia menjadi salah satu pelopor bagi upaya pembentukan mekanisme HAM ASEAN dan telah dua kali menjadi tuan rumah Lokakarya Kelompok Kerja Pembentukan Mekanisme HAM ASEAN. Indonesia juga mendorong kerjasama bilateral dalam upaya pemajuan HAM dengan Kanada, Norwegia dan Perancis, dalam rangka ASEM bersama Swedia, Perancis dan China serta kerjasama Plurilateral bersama China, Kanada dan Norwegia

Analisis :
Jadi pada tahun 2010, Indonesia masih diselimuti masalah kekerasan dan kegagalan dalam menghukum para pelaku kejahatan yang telah terjadi, maka dari pihak masyarakat muncul adanya rasa ketidak nyamanan dan tidak ada jaminan perlindungan yang disebabkan oleh institusi dan aparat Negara. Lembaga kepolisianpun seharusnya bersifat keras dan tegas dalam menghadapi situasi tersebut namun pada saat itu juga kepolisian belum maksimal dalam menjalankan tugas ataupun melindungi warga masyarakat. Argumen masyarakat akan berbeda jika dilihat dari sektor keyakinan agama, adat istiadat, dan budaya sesuai yang dikehendaki dari setiap individu. Perbedaan itulah yang menyebabkan kesalahpahaman yang menimbulkan perang / bentrokan.
Maka RANHAM Indonesia disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, dan perlindungan HAM di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa Indonesia. Masyarakatpun juga berhak dalam memperoleh perlindungan dan kehidupannya dari Negara tanpa di ambil alih oleh orang lain , berdasarkan Pancasila ( setiap butir-butir mengandung makna yang penting dalam menjalankan Negara ) dan UUD 1945 ( tercantum pada pasal 28 mengenai Hak Asasi Manusia) .
RANHAM Indonesia mungkin dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum dengan kerangka waktu yang jelas untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, dan perlindungan HAM, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran HAM.








INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA
1.    UUD 1945 beserta amandemen  BAB XA Pasal 28A – 28J mengenai Hak Asasi Manusia :

Analisis :
Menurut pendapat saya, bahwa hak-hak yang diperoleh setiap warga Negara sangat penting dalam mempertahankan kehidupannya dan perlindungan oleh Negara. Karena jika ada yang melakukan tindakan semena-mena atau melakukan pelanggaran HAM akan terlindungi  dari peraturan yang telah dibuat. Seharusnya sesama manusia harus didasari pemahaman bahwa setiap manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain serta setiap orang pasti memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain sehingga tidak ada perasaan untuk merendahkan martabat orang lain.
2.    Tap MPR No. XVII/MPR/1998 mengenai Piagam Hak Asasi Manusia serta pandangan dan sikap Bangsa Indonesia terhadap HAM :
Rounded Rectangle: Dua isi pokok ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia : 

1.Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. 

2.Bangsa Indonesia sebagai anggota Peserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia.









Analisis :
Melalui ketetapan MPR ini, MPR menugaskan lembaga-lembaga tinggi Negara serta seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan permasalahan mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Untuk melakukan hal itu, dilaksanakan melalui serakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggungjawab sebagai warga Negara. Contohnya : Hak dalam Mengembangkan Diri, jadi setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak, dan berhak mendapatkan perlindungan dan kasih saying serta pendidikan dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat ini.
            Untuk menciptakan suasana hidup yang berkeadilan sosial, maka hal yang perlu diusahakan yaitu meningkatkan taraf hidup diri ataupun keluarga, memanfaatkan potensi diri untuk masyarakat sekitar, dan ikut serta dalam pembangunan nasional.
3.    UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :



Rounded Rectangle: Hak asasi manusia menurut UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang ini yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia  adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Mudah-mudahan, ini semuanya akan mencerahkan masyarakat bahwa jabatan itu hakikatnya adalah pemenuhan kewajiban dan bukannya penuntutan atau pemberian fasilitas semata-mata.
 















Analisis :
Bahwa hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapapun dari mana dan kapanpun manusia itu berada, kecuali pada saat manusia itu meninggal maka hak dasar tersebut akan hilang. Jabatan merupakan kewajiban yang diberikan oleh negara untuk menjalankan tugas-tugas yang berkaitan dengan masyarakat. Seperti pada lembaga DPRD Kota yang bertugas sebagai tempat penampungan aspirasi rakyat yang akan diwujudkan dalam bentuk pengajukan kepada Walikota daerah tersebut. Berbagai pelanggaran HAM telah membuat kalangan terpelajar dan berpengaruh sadar akan pentingnya penghargaan dan penegakan HAM, delanjutnya tindakan sewenang-wenang yang biasa dilakukan kaum penguasa dilarang. HAM harus dilindungi, terutama oleh para penguasa. 












4.        UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM :


Rounded Rectangle: Pasal 4
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Penjelasan Pasal 4
Yang dimaksud dengan “memeriksa dan memutus” dalam ketentuan ini adalah termasuk menyelesaikan perkara yang menyangkut kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
Pasal 6
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
Pasal 27
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 43
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM Ad Hoc.
 































Analisis :
Jika seseorang melakukan pelanggaran HAM ringan maupun berat, maka pelanggar tersebut akan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan.





5.        UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Rounded Rectangle: BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Penghapusan diskriminasi ras dan etnis dilaksanakan berdasarkan asas persamaan, kebebasan, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
(2) Asas persamaan, kebebasan, keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tetap memerhatikan nilai-nilai agama, sosial, budaya, dan hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 3
Penghapusan diskriminasi ras dan etnis bertujuan mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan.

 



















Analisis :
Tindakan Diskriminasi Ras Dan Etnis ialah perbuatan yang berkenaan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Orang yang melakukan deskriminasi pada suatu kelompok merupakan orang yang berpendapat berbeda, misalnya dalam menganut agama. Keyakinan yang muncul dari setiap individu akan berbeda-beda, kemungkinan hal perbedaan pendapat atas agama maupun ras dapat memicu adanya pembinasaan kelompok tersebut. Jika sesame kelompok ataupun manusia tiada perbedaan dari sisi pandang maka akn terbentuknya Negara yang aman, damai, dan tenteram serta mewujudkan kekeluargaan yang demokratis.

INSTRUMEN INTERNASIONAL:

Deklarasi Universal HAM 1948 ( The Universal Declaration of Human right, 10 Desember 1948 ) :
            Pada tahun 1946, PBB membentuk komisi hak-hak manusia yang merumuskan langkah / piagam hak-hak asasi manusia. Piagam ini memuat 30 pasal pernyataan umum tentang HAM yang diterima dan diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB. Oleh karena itu setiap tanggal 10 Desember oleh Negara-negara anggota PBB diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia sedunia. Deklarasi yang memiliki 30 pasal ini, secara garis besar berbicara mengenai hak-hak dan jaminan agar :
1.      Tiap individu bias hidup dan tidak boleh ada satu orangpun yang leluasa membunuhnya
2.      Tiap individu dijamin tidak ada individu lain yang menyiksanya
3.      Tiap individu dijamin kebebasannya

Analisis :
Deklarasi tersebut berisi tentang penegasan sikap dan pengakuan martabat manusia adalah suatu yang melekat. Kesamaan derajat dan hak-hak yang melekat adalah pilar utama kebebasan, keadilan, dan perdamaian. Jadi masyarakat Indonesia seharusnya sangat menjunjung tinggi, menghargai, dan memperhatikan hak asasi manusia.



















PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Penegakkan HAM adalah berbagai tindakan yang dilakukan untuk membuat HAM semakin diakui dan dihormati oleh pemerintah dan masyarakat.
Pertimbangan HAM dalam Kenyataan sejarah :
1.    HAM merupakan ukuran tertinggi bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa
2.    Kondisi HAM suatu negara merupakan salah satu ukuran penting yang menentukan kehormatan Negara
Lembaga Penegak HAM :
  1. LSM HAM
  2. Komnas HAM
Dengan tujuan melaksanakan pengkajian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM.
Upaya HAM Dilakukan dengan 2 Pendekatan :
1.    PENCEGAHAN
Pencegahan adalah upaya untuk menciptakan kondisi yang semakin kondusif bagi penghormatan HAM dengan cara persuasif.
Upaya pencegahan :
  1. Penciptaan perundang-undangan HAM yang lengkap
  2. Penciptaan lembaga-lembaga pemantau dan pengawas pelaksanaan HAM
  3. Penciptaan perundang-undangan dengan pembentukan lembaga peradilan HAM
  4. Pelaksanaan pendidikan HAM kepada masyarakat melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Analisis :
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak tidak memperhatikan hak orang lain, maka akan terjadi benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.    PENINDAKAN
Penindakan adalah upaya untuk menangani kasus pelanggaran HAM berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Upaya penindakan :
  1. Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM
  2.  Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM
  3. Investigasi dengan pencarian data, informasi, dan fakta yang terkait dengan peristiwa di dalam masyarakat
  4. Penyelesaian perkara melalui perdamaian, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli
  5. Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui peradilan HAM
Analisis :
Dalam penegakan HAM baik pencegahan dan penindakannya, harus bersikap kasih sayang berarti selalu bersikap dan berperilaku peduli / belas kasih, dan peka terhadap perasaan orang lain. Ataupun makhluk yang tidak berdaya dan menghindari rasa benci. Orang telah melanggar hukum yang berkaitan dengan HAM maka kasus tersebut akan dibawa pada Pengadilan agar pihak yang lainnya tiada permusuhan dan menimbulkan perdamaian dari berbagai pihak.
Sebaiknya peran masyarakat dalam menegakkan HAM yaitu perlu ditegakkan norma yang mencerminkan keadilan dan perlindungan hak warga negara masyarakat. Bila terdapat permasalahan dalam masyarakat hendaknya cara yang diterapkan untuk mengatasinya dengan mengutamakan musyawarah mufakat agar dapat terselesaikan secara kekeluargaan, dan menghindari tindakan main hakim sendiri dalam masyarakat sehingga tercipta kepastian hukum. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh segenap pihak melalui pengetahuan ataupun kesadaran dalam diri.
Beberapa Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia :
  1. Kasus Marsinah
  2. Kasus Timor Timur
  3. Kasus Tanjung Priok
  4. Kasus Trisakti
  5. Semanggi I dan Semanggi II

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok. Orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.

KASUS PELANGGARAN HAM INI DAPAT DIKATEGORIKAN DALAM DUA JENIS, YAITU :
A. Kasus Pelanggaran HAM Yang Bersifat Berat, Meliputi :
  1. Pembunuhan masal ( genosida )
  2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
  3. Penyiksaan
  4. Penghilangan orang secara paksa
  5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
B.   Kasus Pelanggaran HAM Yang Biasa, Meliputi :
  1. Pemukulan
  2. Penganiayaan
  3. Pencemaran nama baik
  4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
  5. Menghilangkan nyawa orang lain
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :
a)      Kasus Tanjung Priok
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

b)      Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994).
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c)       Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
d)      Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).
e)      Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
f)       Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
g)      Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
h)      Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga :
1)      Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2)      Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3)      Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
4)      Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah :
  1. Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
  2. Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
  3. Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
  4. Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
  5. Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat :
  1. Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
  2. Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
Analisis :
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti : membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain. Merusak sarana / fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.
JENIS DAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI FORUM INTERNASIONAL

Penyelesaian sengketa internasional terdapat dalam pasal 33 piagam PBB yang merupakan sumber semua sengketa HAM. Beberapa cara penyelesaian sengketa intenasional, yaitu :
1)    Negosiasi (dalam UU no. 39 tahun1999 disebut dengan konsultasi)
2)   Penyelidikan (enquiry) untuk menyeldiki latar belakang timbulnya sengketa, serta fakta-fakta)
3)   Mediasi
4)    Konsiliasi
5)   Arbitrasi
6)   Penyelesaian melalui pengadilan.




PROSES PENYELESAIAN DALAM KASUS PELANGGARAN HAM
Tahapan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM :
Tahap Penerimaan Berkas Perkara
Hal-hal yang dilayani pada tahap pemeriksaan perkara, yaitu :
1)      Menerima berkas perkara dari petugas yang berwenang dan lengkap dengan surat tuduhan dari jaksa.
2)      Mendaftarkan perkara dalam buku register perkara
3)      Member nomor register dan mengirimkan kepada panitera perkara
4)      Menerima barang-barang bukti dan dicatat seteliti mungkin dalam buku register barang bukti
Tahap Persiapan
1)   Panitera perkara sebelum meneruskan berkas perkara yang baru diterimanya itu kepada ketua pengadilan negeri, terlebih dahulu mencatatnya dalam buku register untuk perkara pidana
2)   Selambat-lambatnya pada hari kedua setelah berkas perkara pidana diterima panitera, berkas-berkas perkara pidana itu sudah diterima oleh ketua pengadilan
3)   Sesudah itu ketua pengadilan negeri mencatat dalam buku register yang ada padanya dan dipelajari agar mendapat gambaran secara garis besar duduk perkaranya kasus
4)   Selambat-lambatnya 7 hari setelah diterimanya perkara tersebut, ketua/wakil ketua pengadilan negeri harus sudah menunjuk mejelis hakim untuk mengadili perkara tersebut
5)   Bersamaan penunjukan majelis hakim berkas perkara diberikan kepada majelis hakim yang bersangkitan
6)   Sebelum menyidangkan, ketua mejelis harus menentukan arah serta rencana pemeriksaannya setelah para hakim mempelajari berkas perkara yang bersangkutan
7)   Sebelum persidangan dimulai juru sita pengganti harus mengecek dahulu apakah terdakwa, saksi, dan jaksa penuntut umum, sudah datang dan lengkap berada disidang pengadilan
8)   Apabila sudah lengkap, hal ini dilaporkan kepada panitera pengganti yang bersangkutan, kemudian melaporkannya pada ketua majelis yang akan memeriksa perkara
9)   Setelah itu ketua majlis memerintahkan agar persidangan dimulai.
Tahap Penyelesaian Perkara / Tahap Persidangan :
Tahap penyelesaian perkara disidang pengadilan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu acara pemeriksaan biasa, singkat dan cepat.

Pemerikaan dengan acara biasa dilakukan dengan :
a)      Tahap pemanggilan
b)      Tahap pembukuan dan pemeriksaan identitas terdakwa
c)      Tahap pembacaan surat dakwaan
d)      Tahap eksepsi
e)      Tahap pembuktian
f)       Tahap requisitoir (tuntutan dari jaksa penuntut)
g)      Tahap pledoi
h)      Tahap replik dan duplik
i)        Tahap putusan
Analisis :
              Pelanggaran HAM merupakan tindakan yang setiap hari dilakukan oleh orang-orang yang melanggar dan tidak berperikemanusiaan. Perbuatan tersebut dilakukan berdasarkan kepentingan dan kemauan akan sesuatu yang ingin didapatkan sehingga mengorbankan hak-hak orang lain. Oleh karena tindakan pelanggaran HAM setiap hari terjadi diberbagai tempat dan waktu menuntut kita atau para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan pengadilan untuk mengembalikan hak-hak mereka yang telah dilakukan oleh orang-orang yang melanggar. Dewasa ini berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi di Indonesia, namun sampai sekarang tidak ada peradilan khusus yang mengadili tentang perkara HAM. Sampai sekarang pelanggaran tersebut masih diserahkan kepada pengadilan negeri, padahal pengadilan negeri penuh dengan kesibukan dalam mengadili perkara jual beli, utang piutang, persoalan perkawinan bagi orang non muslim dan perkara-perkara perdata lainnya.

Oleh sebab kesibukan-kesibukan tersebut sehingga perkara pelanggaran HAM diperiksa secara tidak menjamin keadilan bagi masyarakat. Maka  pemerintah harus berpartisipasi dalam memberantaskan pelanggaran HAM dengan membentuk pengadilan khusus HAM. Dengan demikian keadilan akan menjamin bagi pencari keadilan.

PROSES DAN SANKSI PELANGGARAN HAM PADA PERADILAN INTERNASIONAL


Proses peradilan Internasional pada peraturan yang digariskan dalam Internasional Criminal Court (ICC) atau mengacu kepada yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI). Peradilan HAM Internasional pada dasarnya bertitik tolak dari dua persoalan utama yaitu:
a.   Pengakuan (Acknowledgement)
     Pengakuan tentang adanya pelanggaran HAM di masa lampau
b.  Akuntabilitas (Accountability)
Menghukum pelaku pelanggar HAM yang berat dan sekaligus mengembalikan harkat dan martabat korban pelanggaran HAM tersebut. Dalam pelaksanaannya ada pendapat yang pro dan kontra terhadap konsep pengakuan sebagai salah satu bentuk akuntabilitas dalam kasus pelanggaran HAM yang berat. Pendapat yang pro dan kontra berpusat pada masalah penghukuman (stencing) sebagai salah satu konsekuensi hukum dan peradilan HAM Internasional.
Pada dasarnya kekuatan penunjang utama HAM adalah kekuatan moral dan hati nurani kemanusiaan yang didukung leh kekuatan pendapat umum dunia. Oleh karena itu, perlindungan dan penegakkan HAM di suatu negara merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar negara eksistensi keutuhan wilayah serta kesatuan politik negara tersebut tidak diancam dan dibahayakan oleh penegak HAM.

TAHAPAN PROSES PERADILAN HAM INTERNASIONAI MELIPUTI :

A. Pemeriksaan Pendahuluan
Penuntut umum, setelah adanya laporan atau pengaduan dari salah satu Negara peserta mengenai suatu kejahatan, kemudian melakukan evaluasi atas laporan tersebut. Apalagi penuntut umum menyimpulkanbahwa ada dasar yang beralasan untuk menindak lanjuti dengan penyidikan kepada majelis pra-peradilandengan dilengkapi bahan-bahan yang telah dikumpulkan. Dalam melakukan penyelidikan, tugas dan wewenang penuntut umum :
a)      Mengumpulkan dan memeriksa bukti-bukti
b)      Meminta kehadiran dan bertanya kepada orang yang sedang diselidiki, korban, dan saksi
c)      Mengadakan kerjasama dengan setiap Negara atau organisasi antar pemerintah yang sesuai kewenangan
d)      Membuat persiapan atau kesepakatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang untukmempermudah kerjasama dengan Negara, organisasi antar pemerintah atau orang
e)      Menjaga kerahasiaan dokumen dan informasi yang diperoleh
f)       Sebelum pemeriksa, penuntut umum boleh melanjutkan penyidikan dan dapat mengubah atau mencabutsetiap dakwaan.
B. Pemeriksaan Pengadilan Dalam Pasal 61 International Criminal Court (ICC) :
1)      Pada waktu pemeriksaan, penuntut umum harus mendukung setiap dakwaan dengan bukti yang cukup
2)      Dalam proses pemeriksaan tersangka diperbolehkan :
-Menolak dakwaan
-Membantah bukti yang di ajukan oleh penuntut umum
-Mengajukan bukti
3)      Dalam pimpinan mengangkat majelis pemeriksayang bertanggung jawab terhadap pelaksana setiappersidangan berikutnya
4)      Terdakwa harus hadir selama pemeriksaan.bila terdakwa hadir dipengadilan terus-menerus menunggupersidangan, Majelis pemeriksa dapat mengeluarkan terdakwa dan membuat penetapan baginya untukmematuhi persidangan dan memberikan intruksi kepada pengacaranya dari luar sidang dengan teknologikomunikasi
5)      Dalam mulai persidangan, majelis pemeriksa membacakan kepada terdakwa dakwaan yang sebelumnyatelah dikonfirmasikan oleh majelis pra-peradilan. Majelis pemeriksa memberi kesempatan kepadaterdakwa untuk menyatakan pernyataan bersalah atau tidak bersalah.
6)      Hakim ketua memberi petunjuk pelaksanaan persidangan termasuk menjamin bahwa persidangandilaksanakan secara adil dan tidak memihak
7)      Majelis pemeriksa memiliki wewenang untuk:
-Mengatur mengenai diterimanya suatu bukti
-Mengambil suatu tindakan yang perlu untuk menjaga ketertiban selama berlangsungnya pemeriksaan
8)      Bila majelis pemeriksa berpendapat bahwa diperlukan adanya fakta-fakta yang lebih lengkap untukkepentingan keadilan, terutama korban, maka dapat:
-Menuntut penuntut umum mengajukan bukti tambahan termasuk keterangan saksi-saksi
-Memerintahkan agar pemeriksaan dilanjutkan
9)      Putusan majelis pemeriksa harus berdasarkan evaluasi bukti dari seluruh persidangan

C.   Upaya Banding
Berdasarkan pasal 74 International Criminal Court (ICC), putusan pengadilan dapat diajukan banding olehpenuntut umum atau orang yang dihukum dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a.      Kesalahan prosedur
b.      Kesalahan fakta
c.       Kesalahan hokum
d.      Alasan lain yang mempengaruhi keadilan
2. Sanksi Pelanggaran HAM pada Peradilan Internasional
Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku melainkan pelanggaran HAM tidak degradasi terhadap kemanusiaan dengan cara merendahkan martabat dan derajat manusia. Oleh karena itu, selalu identik dengan pelanggaran hukum walaupun terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik dan tujuan tertentu dan bersifat kolektif baik berdasarkan agama, etnik, atau ras tertentu.
Dewasa ini pelanggaran HAM tidak sebatas yuridiks nasional melainkan sudah menjadi yuridiksi internasional. Menghadapi pelanggaran HAM yang terjadi di setiap negara di dunia diperlukan sanksi internasional yang mengacu kepada ketentuan dalam Statu Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) atau SMPI atau Statua Rokma (SR, 1998) atau dapat juga mengacu kepada praktek-praktek penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat seperti di Ruwanda (1994)    
Jika dianalisis secara seksama jiwa SMPI/SR terletak pada mukadimahnya yang antara lain berbunyi bahwa “ Yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI) bersifat komplementer terhadap yuridiksi pengadilan nasional”. Hal ini berarti jika suatu negara terjadi kasus pelanggaran HAM berat (kejahatan genosia, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi) yuridiksi MPI tidak otomatis berlaku di negara tersebut.
Namun ada ketentuan lain dalam SMPI/SR yang menyatakan bahwa yuridiksi MPI dapat memasuki wilayah suatu negara jika negara tersebut tidak berkeinginan atau tidak mampu melaksanakan tugas penyelidikan atau penuntutan dalam tiga hal sebagai berikut :
a.    Proses peradilan atau putusan pengadilan yang dijatuhkan ditunjukan untuk melindungi seseorang dari pertanggung jawaban pidana sebagaimana ditentukan dalam SMPI/SR
b.    Proses persidangan ditunga-tunda tanpa alasan yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan sehingga tidak konsisten untuk mengadili seseorang kehadapan sidang pengadilan
c.    Persidangan dilaksanakan tidak secara independen atau bersifat memihak sehingga tidak konsisten dengan tujuan pemberian sanksi melalui sidang pengadilan.
Analisis :
Pengadilan HAM merupakan tempat untuk membuktikan apakah mereka yang diduga paling bertanggung jawab terhadap sebuah kejahatan kemanusiaan atau tidak. Kebenaran yang ingin dibuktikan oleh sebuah pengadilan adalah kebenaran material yang sudah diatur. Belajar dari proses pengadilan Ad Hoc, maka bangsa Indonesia membutuhkan mekanisme selain pengadilan HAM untuk mengungkapkan dan menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu dan yang akan datang. Dan belajar dari pengalaman bernegara selama ini, penyelesaian masalah bangsa tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, karena seringkali hasilnya di luar harapan masyarakat banyak. Artinya, masyarakat harus bisa menawarkan sebuah bentuk penyelesaian masalah tersebut.


HAMBATAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Hambatan dan Tantangan dalam Penegakkan HAM di Indonesia :
1.        Dari dalam negeri
a)      Adanya hukum sebagai peninggalan atau warisan hukum kolonial.
b)      Adanya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah orde lama yang bersifat otoriter.
c)      Penegakkan hukum yang kurang atau tidak bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi masyarakat.
d)      Kesadaran hukum yang rendah sebagai akibat rendahnya SDM.
e)      Rendahnya penguasaan hukum dari sebagian aparat penegak hukum.
f)       Mekanisme lembaga penegak hukum dan HAM yang belum terpadu.
g)      Keadaan geografis Indonesia yang luas.
2.   Dari luar negeri
a)      Penetrasi idiologi dan kekuatan komunisme.
b)      Penetrasi idiologi dan kekuatan liberalisme.
Dari faktor-faktor yang meliputi :

a)        Faktor Kondisi Sosial-Budaya
1.      Stratifikasi dan status sosial yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan, dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks (heterogen).
2.      Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM,terutama jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan dan sebagainya.
3.      Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.

b)         Faktor Komunikasi dan Informasi
1.      Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan,dan gunung yang membatasi komunikasi antardaerah.
2.      Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3.      Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.

c)        Faktor Kebijakan Pemerintah
1.      Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi manusia.
2.      Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering diabaikan.
3.      Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.

d)        Faktor Perangkat Perundangan
1.      Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional tentang hak asasi manusia.
2.      Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk diimplementasikan.

e)        Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement)
1.    Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2.    Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layaksering membuka peluang ‘jalan pintas’untuk memperkaya diri.
3.    Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masihdiskriminatif, tidak konsekuen,dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).Dari faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan hakasasi manusia tersebutdiatas, mari kita upayakan untuk sedikit demisedikit dikurangi (Eliminasi.)
Analisis :
Demi terwujudnya perlindungan hak asasi manusia yang baik, mulailah dari diri kita sendiri untuk belajar menghormati hak-hak orang lain. Kita harus terus berupaya untuk menyuarakan tetap tegaknya hak asasi manusia, agar harkat dan martabat yang ada pada setiap manusia sebagai anugerah Tuhan YangMaha Esa tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Semua manusia memang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Artinya, tidak boleh ada seorangpun di muka bumi yang mengklaim kebenaran untuk memfitnah orang lain dan tidak ada seorangpun dengan tujuan serta motif apapun.